Lintas News-Siti Hardijanti Rukmana atau Mbak Tutut memiliki harapan, momen haul 100 tahun Pak Harto semoga dapat dijadikan spirit anak bangsa untuk meneruskan cita-cita perjuangan Bapak Pembangunan. Hal itu diungkapan Mbak Tutut dalam Acara Peringatan Haul 100 Tahun Haji Muhammad Soeharto, di Masjid Agung At-Tin Jakarta, Selasa (8/6/2021).
Putri pertama Pak Harto itu berharap, momentum haul dapat memberi spirit bagi anak bangsa untuk meneruskan perjuangan Pak Harto. “Mudah-mudahan kita yang melanjutkan perjuangan HM. Soeharto senantiasa diberikan kekuatan, taufik dan hidayah-Nya. Sehingga, betul-betul dapat melanjutkan apa yang menjadi cita-cita Bapak Pembangunan,” kata Mbak Tutut.
Di acara tersebut, Mbak Tutut didampingi adik-adiknya, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Hariyadi, dan Hutomo Mandala Putra. “Kita tadi sudah melaksanakan pembacaan surat Yasin dan Tahlil dalam rangka memperingati haulnya ayahanda Haji Muhammad Soeharto yang wafat di usia 87 tahun masehi, pada hari Ahad tanggal 27 Januari 2008,” ujar Mbak Tutut dalam sambutannya mewakili putra-putri H. M. Soeharto.
Diungkapkan Mbak Tutut, sang ayah adalah orang tua yang sangat bijak dan dikagumi masyarakat. “Beliau adalah orang tua bijak yang sangat kami kagumi dan sayangi. Beliau adalah guru dan teladan yang amat kami hormati. Beliau selalu melangkah dengan semangat kerja tak kenal lelah tanpa pamrih, jujur, tekun, tegas, dan bijaksana,” tandas Mbak Tutut.
Di setiap langkahnya, Pak Harto selalu dilandasi kedisiplinan yang tinggi sesuai jiwa kemiliteran yang mengalir sejak usia muda, ungkap Mbak Tutut. “Dibarengi tuntunan agama yang lekat dalam jiwanya sejak kecil. Bapak pantang menyerah dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat kecil meskipun banyak kendala yang dihadapi,” tandasnya.
Dijelaskan Mbak Tutut, ayahnya sering mengingatkan tentang filosofi Tri Dharma Mangkunegaran. “Sebuah doktrin Pangeran Sambernyowo, leluhur keluarganya dalam menumbuhkan rasa cinta rakyat kepada bangsa,” imbuhnya.
Doktrin itu dikenal dengan “Tri Dharma,”. Yaitu ”Melu Handarbeni, Melu Hangrungkebi, Mulat Sariro Hangrosowani.”
“Bahwa kita sebagai rakyat harus tumbuh rasa ikut memiliki (melu handarbeni) terhadap bangsa kita yang besar ini,” tegasnya.
Untuk itu, sambung Mbak Tutut, kita harus mengenal secara mendalam terhadap jati diri bangsa kita. “Kita harus memiliki wawasan kebangsaan yang mendalam. Jika sudah tumbuh rasa memiliki, maka akan tumbuh tanggung jawab membela dan menjaga bangsa ini serta memajukannya (melu hangrungkebi) untuk kesejahteraan bersama. Dengan kata lain memiliki tanggung jawab kebangsaan,” cetus Mbak.
Semasa hidupnya, ucap Mbak Tutut, ayahnya sering berpesan, agar pandai-pandailah bersyukur. Mbak Tutut dan semua keluarganya dididik dalam spirit keagamaan dan tidak semata dibesarkan untuk bisa menikmati gemerlapnya kehidupan.
“Kami ditempa dan diajarkan bagaimana mencintai perjuangan terhadap bangsa untuk mewujudkan cita-cita adil makmur berdasarkan Pancasila,” urainya.
Dan, Mbak Tutut pun mengajak semua pihak untuk memanjatkan doa bagi kedua orang tuanya. “Terima kasih yang tulus kepada semua pihak atas doa-doa yang telah dipanjatkan untuk pak Harto dan Ibu Tien Soeharto. Diiringi doa dari kami juga semoga Allah SWT membalas berlipat ganda atas ketulusan bapak-bapak, ibu-ibu, dan sahabat-sahabat sekalian, amiin,” pinta Mbak Tutut.
Acara Peringatan Haul 100 Tahun H. M. Soeharto juga ditandai dengan penyerahan buku profil “Masjid Pak Harto” dari keluarga kepada sejumlah tokoh. Juga pemberian santunan untuk 3.500 anak yatim piatu, yang diberikan secara simbolik kepada 25 perwakilan anak yatim piatu.(AGS)